Oleh: Agus Setiawan*
Fenomena yang muncul belakangan ini menimbulkan pertanyaan banyak pihak, khususnya insan keperawatan Indonesia. Fenomena tersebut diantaranya adalah rendahnya penyerapan lulusan keperawatan di instansi negeri maupun swasta sementara lulusan perawat yang lulus dari perguruan tinggi terus bertambah. Untuk saat ini, lulusan tenaga perawat hanya sekitar 20% yang dapat terserap untuk bekerja di dalam negeri (BPPSDM Depkes RI, 2008). Selain itu, banyak tenaga perawat Indonesia yang memilih untuk bekerja di luar negeri dengan berbagai alasan (Kompas.com, 5 Agustus 2008). Pilihan untuk bekerja di luar negeri adalah keputusan yang sangat wajar karena mendapatkan penghasilan yang lebih baik adalah dambaan setiap orang. Namun hal tersebut tetap meyisakan pertanyaan yang perlu untuk direnungkan, mengapa mereka tidak mendapatkan hal tersebut di dalam negeri? Apakah mereka tidak lagi mampu bersaing dalam industri kesehatan di dalam negeri? Pertanyaan tersebut bermuara pada suatu renungan, bagaimana masa depan perawat dalam berkiprah di industri kesehatan di Indonesia?
Sebelum menelaah lebih jauh permasalahan tersebut, penulis mengajak pembaca untuk menganalisa mengapa perawat harus bersaing dalam industri kesehatan di dalam negeri. Untuk dapat eksis dan berkembang di masa depan, perawat haruslah mempunyai daya saing dan nilai tawar yang tinggi. Pada hakekatnya, hidup ini adalah persaingan atau kompetisi. Mereka yang dapat survive adalah mereka yang mempunyai daya saing yang tinggi. Persaingan adalah hal yang tidak bisa kita hindari bahkan sebelum kita dilahirkan oleh ibu kita di muka bumi ini. Kita diciptakan oleh Allah SWT dari sebuah sperma yang terbaik yang mengalahkan ribuan bahkan jutaan sperma lain yang berhasil membuahi satu sel telur saja. Ketika kita lahir sampai sekarang, persainganpun harus kita lalui, dari mulai masuk sekolah sampai dengan mendapatkan pekerjaan. Persaingan itupun terus berlanjut di tempat kerja kita untuk terus berprestasi dan mendapatkan posisi yang terbaik dalam karir.
Lalu apa kaitannya persaingan dalam hidup dengan persaingan dalam industri kesehatan? Kesehatan adalah sebuah industri yang di sana berlaku mekanisme pasar. Tenaga kesahatan adalah pemberi jasa pelayanan kesehatan yang kemudian dapat disebut suplier, dan masyarakat sebagai penerima jasa layanan yang kemudian dapat disebut demander. Dengan adanya permintaan (demand), maka tersedialah barang/ jasa (supply) dan terjadilah proses jual beli (market) dengan harga (cost) yang disepakati antara penjual dan pembeli. Dalam menyediakan pelayanan kesehatan, disadari atau tidak perawat harus bersaing dengan tenaga kesehatan lain baik yang formal ataupun yang tidak formal untuk merebut pasar. Perawat tidak saja harus bersaing dengan profesi dokter, bidan, dll; tetapi juga harus bersaing dengan pemberi pelayanan kesehatan tradisional dan alternatif. Masyarakat tentunya bebas memilih pelayanan kesehatan apa yang diinginkannya.
Merujuk pada konsep supply and demand ini, penulis mencoba menggambarkan keadaan perawat sekarang dan apa yang harus dilakukan perawat agar tetap eksis dalam pasar industri kesehatan dalam negeri. Pelajaran pertama dari teori ini adalah harga akan sangat ditentukan oleh supply dan demand. Demand yang tinggi dan supply yang rendah akan berimplikasi pada harga yang tinggi. Sebaliknya supply yang tinggi dibarengi demand yang rendah akan mengakibatkan harga yang rendah. Dapat dipahami jika sekarang ini pekerjaan sebagai perawat di dalam negeri dikatakan tidak rewarding (kurang mendapatkan penghargaan yang layak secara finansial). Betapa tidak, hal ini dimungkinkan karena sekarang ini di Indonesia sangat banyak instansi yang menyelenggarakan pendidikan keperawatan yang menambah jumlah lulusan perawat (supply yang tinggi). Sementara itu, kemampuan pasar untuk menyerap (demand) rendah dan tidak sesuai dengan jumlah lulusan. Sehingga sering kita dengar ada lulusan perawat yang mau bekerja di bawah standar kompetensinya dengan dibayar murah, karena sulitnya mencari pekerjaan. Dari uraian ini sangat jelas bahwa yang harus dilakukan oleh instansi yang terkait dalam mengambil kebijakan (organisasi profesi, pemerintah dan institusi pendidikan) untuk menjaga nilai tawar lulusan agar tetap tinggi adalah mengontrol supply, serta cermat dalam melihat dan menciptakan demand dan kebutuhan pasar.
Mengontrol supply dapat dilakukan dengan membatasi pertumbuhan instansi pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan keperawatan. Selain itu, menjaga kualitas pendidikan utuk menjamin lulusan yang berkualitas juga menjadi sangat penting misalnya melalui proses akreditasi secara berkala dan jujur. Menciptakan demand dapat dilakukan dengan melihat potensi-potensi di masyarakat yang memungkinkan perawat dapat berkontribusi. Contohnya, dengan berkembangnya populasi usia lanjut yang pesat di Indonesia dan tingginya masalah kesehatan kronik dan degeneratif telah memungkinkan perawat untuk mengembangkan program home care dan praktik keperawatan mandiri yang prospeknya cukup menjanjikan. Sehingga perlu ditanamkan kepada calon lulusan perawat untuk dapat kreatif menciptakan lapangan kerja dan tidak bercita – cita sekedar menjadi pekerja di rumah sakit atau puskesmas.
Pelajaran kedua yang kita bisa ambil dari teori supply and demand adalah sebagai pembeli, amatlah wajar jika masyarakat menginginkan pelayanan yang berkualitas dengan harga yang minimal. Inilah yang kemudian menjadi kata kunci perawat dalam bersaing: pelayanan yang berkualitas, efektif dan efisien. Berkualitas artinya memenuhi standar yang sudah ditentukan, efektif artinya dapat mencapai tujuan dalam hal ini dapat mengatasi masalah kesehatan, dan efisien artinya dapat menekan harga sehingga terjangkau oleh konsumen.
Contoh nyata yang dapat kita ambil untuk menjelaskan teori di atas adalah didukungnya keberadaan Nurse Practitioner di Amerika, Australia, Kanada dan negara maju lainnya oleh pemerintah setempat melalui Nursing Act. Walaupun dalam prosesnya Nurse Practitioner di Australia ditentang keras oleh AMA (the Australian Medical Asociation), namun Nurse Practitioner telah memberikan evidence bahwa dengan keberadaan mereka, anggaran kesehatan pemerintah jauh lebih efisien, dan keterjangkauan layanan kesehatan berkualitas dapat lebih luas diterima dan diakses oleh masyarakat (Australian Nursing Journal, Oktober 2005).
Dari contoh di atas kita bisa melihat bahwa perawat dapat mempunyai nilai tawar yang tinggi dan bersaing dalam industri kesehatan karena bisa memberikan pelayanan yang berkualtas, efektif dan efisien. Sehingga ketika kita bertanya apakah perawat mampu bersaing dalam industri kesehatan di dalam negeri, pertanyaan tersebut berpulang kepada perawat itu sendiri. Atau paling tidak, ada variabel internal dari perawat yang harus di intropesksi, apakah perawat sudah memberikan pelayanan yang berkualitas dan ber kontribusi positif terhadap peningkatan kesehatan nasional dan ikut meminimalisir biaya kesehatan.
Sifat keperawatan yang altruistik yang mengedepankan prinsip caring tentunya bukan alasan perawat untuk tidak mempertimbangakan sisi ekonomi dalam memberikan pelayanan keperawatan, karena menjadi perawat adalah suatu pilihan karir yang dapat menjanjikan untuk masa depan yang baik.
* Penulis adalah Staf Pengajar FIK UI dan Pengurus Pusat Ikatan Perawat
Fenomena yang muncul belakangan ini menimbulkan pertanyaan banyak pihak, khususnya insan keperawatan Indonesia. Fenomena tersebut diantaranya adalah rendahnya penyerapan lulusan keperawatan di instansi negeri maupun swasta sementara lulusan perawat yang lulus dari perguruan tinggi terus bertambah. Untuk saat ini, lulusan tenaga perawat hanya sekitar 20% yang dapat terserap untuk bekerja di dalam negeri (BPPSDM Depkes RI, 2008). Selain itu, banyak tenaga perawat Indonesia yang memilih untuk bekerja di luar negeri dengan berbagai alasan (Kompas.com, 5 Agustus 2008). Pilihan untuk bekerja di luar negeri adalah keputusan yang sangat wajar karena mendapatkan penghasilan yang lebih baik adalah dambaan setiap orang. Namun hal tersebut tetap meyisakan pertanyaan yang perlu untuk direnungkan, mengapa mereka tidak mendapatkan hal tersebut di dalam negeri? Apakah mereka tidak lagi mampu bersaing dalam industri kesehatan di dalam negeri? Pertanyaan tersebut bermuara pada suatu renungan, bagaimana masa depan perawat dalam berkiprah di industri kesehatan di Indonesia?
Sebelum menelaah lebih jauh permasalahan tersebut, penulis mengajak pembaca untuk menganalisa mengapa perawat harus bersaing dalam industri kesehatan di dalam negeri. Untuk dapat eksis dan berkembang di masa depan, perawat haruslah mempunyai daya saing dan nilai tawar yang tinggi. Pada hakekatnya, hidup ini adalah persaingan atau kompetisi. Mereka yang dapat survive adalah mereka yang mempunyai daya saing yang tinggi. Persaingan adalah hal yang tidak bisa kita hindari bahkan sebelum kita dilahirkan oleh ibu kita di muka bumi ini. Kita diciptakan oleh Allah SWT dari sebuah sperma yang terbaik yang mengalahkan ribuan bahkan jutaan sperma lain yang berhasil membuahi satu sel telur saja. Ketika kita lahir sampai sekarang, persainganpun harus kita lalui, dari mulai masuk sekolah sampai dengan mendapatkan pekerjaan. Persaingan itupun terus berlanjut di tempat kerja kita untuk terus berprestasi dan mendapatkan posisi yang terbaik dalam karir.
Lalu apa kaitannya persaingan dalam hidup dengan persaingan dalam industri kesehatan? Kesehatan adalah sebuah industri yang di sana berlaku mekanisme pasar. Tenaga kesahatan adalah pemberi jasa pelayanan kesehatan yang kemudian dapat disebut suplier, dan masyarakat sebagai penerima jasa layanan yang kemudian dapat disebut demander. Dengan adanya permintaan (demand), maka tersedialah barang/ jasa (supply) dan terjadilah proses jual beli (market) dengan harga (cost) yang disepakati antara penjual dan pembeli. Dalam menyediakan pelayanan kesehatan, disadari atau tidak perawat harus bersaing dengan tenaga kesehatan lain baik yang formal ataupun yang tidak formal untuk merebut pasar. Perawat tidak saja harus bersaing dengan profesi dokter, bidan, dll; tetapi juga harus bersaing dengan pemberi pelayanan kesehatan tradisional dan alternatif. Masyarakat tentunya bebas memilih pelayanan kesehatan apa yang diinginkannya.
Merujuk pada konsep supply and demand ini, penulis mencoba menggambarkan keadaan perawat sekarang dan apa yang harus dilakukan perawat agar tetap eksis dalam pasar industri kesehatan dalam negeri. Pelajaran pertama dari teori ini adalah harga akan sangat ditentukan oleh supply dan demand. Demand yang tinggi dan supply yang rendah akan berimplikasi pada harga yang tinggi. Sebaliknya supply yang tinggi dibarengi demand yang rendah akan mengakibatkan harga yang rendah. Dapat dipahami jika sekarang ini pekerjaan sebagai perawat di dalam negeri dikatakan tidak rewarding (kurang mendapatkan penghargaan yang layak secara finansial). Betapa tidak, hal ini dimungkinkan karena sekarang ini di Indonesia sangat banyak instansi yang menyelenggarakan pendidikan keperawatan yang menambah jumlah lulusan perawat (supply yang tinggi). Sementara itu, kemampuan pasar untuk menyerap (demand) rendah dan tidak sesuai dengan jumlah lulusan. Sehingga sering kita dengar ada lulusan perawat yang mau bekerja di bawah standar kompetensinya dengan dibayar murah, karena sulitnya mencari pekerjaan. Dari uraian ini sangat jelas bahwa yang harus dilakukan oleh instansi yang terkait dalam mengambil kebijakan (organisasi profesi, pemerintah dan institusi pendidikan) untuk menjaga nilai tawar lulusan agar tetap tinggi adalah mengontrol supply, serta cermat dalam melihat dan menciptakan demand dan kebutuhan pasar.
Mengontrol supply dapat dilakukan dengan membatasi pertumbuhan instansi pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan keperawatan. Selain itu, menjaga kualitas pendidikan utuk menjamin lulusan yang berkualitas juga menjadi sangat penting misalnya melalui proses akreditasi secara berkala dan jujur. Menciptakan demand dapat dilakukan dengan melihat potensi-potensi di masyarakat yang memungkinkan perawat dapat berkontribusi. Contohnya, dengan berkembangnya populasi usia lanjut yang pesat di Indonesia dan tingginya masalah kesehatan kronik dan degeneratif telah memungkinkan perawat untuk mengembangkan program home care dan praktik keperawatan mandiri yang prospeknya cukup menjanjikan. Sehingga perlu ditanamkan kepada calon lulusan perawat untuk dapat kreatif menciptakan lapangan kerja dan tidak bercita – cita sekedar menjadi pekerja di rumah sakit atau puskesmas.
Pelajaran kedua yang kita bisa ambil dari teori supply and demand adalah sebagai pembeli, amatlah wajar jika masyarakat menginginkan pelayanan yang berkualitas dengan harga yang minimal. Inilah yang kemudian menjadi kata kunci perawat dalam bersaing: pelayanan yang berkualitas, efektif dan efisien. Berkualitas artinya memenuhi standar yang sudah ditentukan, efektif artinya dapat mencapai tujuan dalam hal ini dapat mengatasi masalah kesehatan, dan efisien artinya dapat menekan harga sehingga terjangkau oleh konsumen.
Contoh nyata yang dapat kita ambil untuk menjelaskan teori di atas adalah didukungnya keberadaan Nurse Practitioner di Amerika, Australia, Kanada dan negara maju lainnya oleh pemerintah setempat melalui Nursing Act. Walaupun dalam prosesnya Nurse Practitioner di Australia ditentang keras oleh AMA (the Australian Medical Asociation), namun Nurse Practitioner telah memberikan evidence bahwa dengan keberadaan mereka, anggaran kesehatan pemerintah jauh lebih efisien, dan keterjangkauan layanan kesehatan berkualitas dapat lebih luas diterima dan diakses oleh masyarakat (Australian Nursing Journal, Oktober 2005).
Dari contoh di atas kita bisa melihat bahwa perawat dapat mempunyai nilai tawar yang tinggi dan bersaing dalam industri kesehatan karena bisa memberikan pelayanan yang berkualtas, efektif dan efisien. Sehingga ketika kita bertanya apakah perawat mampu bersaing dalam industri kesehatan di dalam negeri, pertanyaan tersebut berpulang kepada perawat itu sendiri. Atau paling tidak, ada variabel internal dari perawat yang harus di intropesksi, apakah perawat sudah memberikan pelayanan yang berkualitas dan ber kontribusi positif terhadap peningkatan kesehatan nasional dan ikut meminimalisir biaya kesehatan.
Sifat keperawatan yang altruistik yang mengedepankan prinsip caring tentunya bukan alasan perawat untuk tidak mempertimbangakan sisi ekonomi dalam memberikan pelayanan keperawatan, karena menjadi perawat adalah suatu pilihan karir yang dapat menjanjikan untuk masa depan yang baik.
* Penulis adalah Staf Pengajar FIK UI dan Pengurus Pusat Ikatan Perawat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar